Hari ini aku senang sekali karena terpilih menjadi pembaca doa di upacara Senin depan. Aku dan teman-temanku yang akan menjadi petugas upacara dan teman-teman yang akan melatih kami menentukan kalau hari ini kami latihan upacara dan berkumpul di pos hansip dekat sekolah. Sorenya,aku dijemput Rara dan Nadya untuk pergi berkumpul di pos hansip.
Sambil menunggu teman-teman yang lain datang,aku berbincang-bincang juga bercanda dengan Rahma,Mirtha dan Reni. Sementara anak-anak perempuan lain ada yang berbincang-bincang dan duduk di pos hansip sedangkan anak laki-lakinya bermain sepeda dan motor mengelilingi lingkungan di pos hansip. Saat sedang asyik-asyiknya bercanda,tiba-tiba ada 3 anak laki-laki dari ‘SMP ?’. menghampiri Rara dan Shella. Kemudian Rara menghampiri kami.
“kenapa Ra? Eh! Loe ati-ati sama anak-anak itu? Tadi kenapa? Kok loe sama Shella di samperin sih?”tanyaku penasaran.
“ih! Masa tadi gue ama Shella di gangguin ama mereka. Ih! Gue takut tau!”kata Rara dengan wajah yang bingung.
Tiba-tiba Rahma,sahabatku yang tomboy menghampiri 3 anak laki-laki itu. Aku,Rara, Reni dan Mirtha hanya melihat dari jarak jauh di dekat telepon umum. Saat Rahma selesai bicara pada 3 anak itu,3 anak itu langsung pergi. Dengan santai Rahma berjalan ke arah kami.
Kami bertanya-tanya pada Rahma kenapa ketiga anak laki-laki itu pergi setelah bicara pada Rahma. Ternyata Rahma marah-marah dan menantang ketiga anak laki-laki tadi.
“eh! Gawat! Parah banget! Mereka ‘kan anak kampung belakang! Mereka tuh kasar! Jangan main-main sama mereka!”seruku kaget.
“udah tenang aja sih! Gak bakal kenapa-kenapa!”jawab Rahma santai.
Tak ada lima menit kemudian,tiba-tiba 3 anak laki-laki tadi kembali dengan teman-teman laki-lakinya sambil membawa patahan asbes,kayu dan beberapa benda tumpul. Aku langsung berpikiran negatif. Aku dan teman-temanku bingung apa yang harus dilakukan. Saat ingin meminta bantuan teman-teman laki-laki,mereka malah sudah kabur duluan.
“aih?! Parah banget! Anak laki-lakinya malah kabur duluan!”seruku panik.
Akhirnya para anak perempuan berlari mengikuti anak-anak laki-laki yang naik motor dan sepeda. Aku dan teman-teman melarikan diri dengan panik dan bingung. Beberapa kali aku dan teman-teman menoleh ke belakang dan masih ada anak-anak laki-laki yang mengejar kami sambil membawa benda-benda berbahaya itu.
“eh! Gimana nih! Sepi banget! Lewat mana nih? Lewat mana?”teriak beberapa teman perempuanku.
“eh! Lewat sini! Lewat sini! Belok kanan!”seru salah satu anak laki-laki.
Daerah yang kami lewati sudah lewat dari blok F,padahal kebanyakan dari kami tak ada yang mengerti jalan ini. Jalan yang kami lewati begitu sepi dan membingungkan. Aku dan teman-teman perempuanku panik setengah mati. Kami terhenti karena bingung akan melewati jalan yang mana serta kelelahan.
“ah elaahh.. enak banget sih anak lakinya pada naik sepeda ama motor!”seru Mirtha.
“eh! Ayo! Lewat sini!! Ke kanan!”kata para anak laki-laki yang memimpin di depan.
Dengan panik dan khawatir akan terkejar, kami semua langsung berlari dan masuk ke tikungan kanan. Di sana hanya ada bundaran taman,rumah-rumah yang sepi dan jalan buntu. Beberapa anak laki-laki memeriksa keadaan di belakang kalau-kalau kami terkejar atau ada yang tertinggal. Semua nafas temanku terdengar terengah-engah dan pasrah.
“eh itu ada gang kayaknya!! Ayo masuk ke sana! Cepet! Cepet!”seru teman-temanku.
Aku dan teman-temanku masuk ke dalam gang yang menurutku seperti celah kecil. Kami masuk satu-persatu dengan panik. Semua saling membantu terutama saat memasukkan sepeda dan motor. Tapi yang langsung membuatku dan teman-temanku kecewa yaitu saat kami menoleh,ternyata kami masuk ke tanah kosong.
“kenapa sih? Kok rame-rame begini?” tanya seorang ibu pemilik rumah dekat tanah kosong.
“ini bu! Kita dikejar-kejar anak-anak SMP yang deket Mutiara!”kataku sedikit menjelaskan dengan terengah-engah.
Aku dan teman-temanku kira,ibu itu mau membantu. Tapi ternyata cuma nanya dan langsung melanjutkan menggosip dengan tetangganya. Rata-rata aku dan teman-temanku berpikiran negatif. Lalu,Gilbert, Dimas dan beberapa anak laki-laki memeriksa keadaan dengan mengintip keluar dengan jarak yang jauh dariku dan teman-teman.
Mereka terlihat sedikit mengumpat dan bicara. Karena penasaran,aku dan dua teman perempuanku menghampiri mereka.
“mereka udah pergi belom sih?!”tanyaku heran.
“belom! Tapi udah mau pergi! Liat aja lagi!”kata Gilbert.
Kami mengintip bersama-sama. Dan kagetnya,ternyata mereka masih ada dan masih sambil membawa asbes patah dan kayu. Aku dan yang lain kembali mengumpat. Kami mendengar benda-benda jatuh dari tempat anak laki-laki tadi berdiri. Beberapa detik kemudian,aku dan yang lain kembali mengintip. Untunglah! Mereka sudah pergi dan meninggalkan benda-benda berbahaya itu.
Lalu kami latihan upacara dan menceritakan kejadian tadi pada Bu Siti,wali kelas kami. Ia memberi saran. Saat mau pulang,kami berkumpul lagi di pos hansip. Aku takut pulang sendiri karena rumahku dekat SMP 5 Terbuka.
“eh gimana nih?! Ada yang mau nganterin gue pulang nggak? Rumah gue kan deket banget sama SMP 5 Terbuka! Gue takut!!” seruku panik.
“eh! Ayo anterin Karina yuk! Rumahnya kan deket sama sekolah anak-anak tadi!!” seru beberapa temanku.
Akhirnya aku pulang diantar teman-temanku yang jumlahnya kurang lebih 20 anak. Sesampainya di rumahku,Bapakku berangkat kerja dan berarti aku sendiri di rumah. Lalu aku kembali ikut teman-temanku ke pos. Beberapa saat kemudian,aku baru ingat kalau jam segini Mama sudah pulang.
Karena takut pulang sendirian,aku minta diantar lagi oleh teman-temanku. Dan mereka mau mengantarku. Akhirnya teman-temanku pergi beramai-ramai untuk mengantarku pulang. Saat di jalan pulang,kami bertemu salah satu anak tadi yang sekarang sedang duduk di jendela kelas.
“heh! Mana yang namanya *****?!” tanyanya.
“Gue! Kenapa? Mau ngajak ribut? Ayo sini! Berani gue! Tapi,,gue kabur dulu!!”kata Gilbert yang langsung tertawa. Dan sesampainya di rumah,aku berterima kasih pada teman-teman karena mau mengantarku pulang.